Kala itu aku menginjak usia 17 tahun,hidup bersama ayah adalah sisa cinta ku untuknya setelah kepergian ibu ku. Aku hidup apa adanya tanpa cinta ibu selama 6 tahun.
Ayahlah orang yang merawatku,beserta 2 saudaraku.
2 tahun setelah ibuku tiada,saat itu ayahku memutuskan untuk menikah lagi. Beberapa bulan kemudian ia memboyong istri dan satu anak dari hasil suami nya dahulu.
Saat itu aku tidak mau menerima akan kedatangan ibu baruku,namun apa daya. Ayahku sangat mencintainya dan juga putrinya yang pada saat itu berumur 4 tahun.
Dahulu aku tidak menyukai akan kehadiran ibu tiriku,namun aku berfikir kembali. "Apakah suatu saat nanti aku mampu merawat ayah hingga akhir hayatnya" kata ku.
Sesegera aku menghampiri ayahku dan kucium kedua pipinya,aku berkata pada ayahku jikalau aku sangat keterlaluan jika aku harus mengedapankan ego ku saja.
Saat itulah,kami merasakan cinta baru. Ayah,ibu tiri ku dan ke dua kakakku serta adik tiriku.
Tuhan mengirimkan segala keberkahan,entah itu cinta,rezeki serta kebahagiaan yang selalu terpancar pada wajah kami.
4 Tahun sudah kita bersama berbagi kebahagiaan,kesedihan. Aku sudah mulai terbiasa dengan keadaan yang ada. Ketika itu ,tepatnya disiang hari saat aku berada disekolah sedang berlatih drama tiba-tiba aku diberi kabar salah satu saudara ku jika ayahku dirawat dirumah sakit saat itu.
Hatiku seolah tercambuk kala aku melihat ayah terbaring di kamar UGD.
Dokter mengatakan kalau maag akut ayahku sudah parah hingga sering sekali kambuh. Tak pernah ia mengetahui separah itu keadaanya. Yang dia tahu hanya rasa sakit pada perut biasa.
7 hari sudah ayahku dirawat,sebenarnya tidak ada peningkatan pada keadaannya,namun ayahku bilang pada kami semua anak-anaknya jika ia sudah bosan dirumah sakit. Ia ingin pulang. Kamipun tak tega melihat ayah yang kerap kali menangis saat penggantian infus.
Atas kesepakatan dari ibu tiriku,kakak-kakakku dan adikku kita putuskan jika ayah dibawa pulang saja,karena kami tak tega melihat ayah yang selalu kesakitan kerap kali di infus .
Selama dirawat dirumah aku lah yang menjaga beliau,memberi beliau makan,minum obat,memanaskan beliau diterik matahari,memandikan dengan air hangat. Atas kesibukan ibu ku sebagai penjual masakan jadi,kakakku sebagai guru SD,dan owner salon serta adikku yang masih duduk di bangku kelas 3 SD mereka tak bisa selalu mendampingi ayah kala sakit dan dirawat dirumah .
Aku memang mempunyai waktu yang lebih banyak dari pada mereka,karena Ujian Nasionalku hanya menunggu hasilnya saja.
Keesokan harinya saat aku menunggu ayah di depan ruang tengah dan menyetrika baju. Tiba-tiba aku mendapat sms dari wali kelas ku jika aku dinyatakan lulus. Betapa bahagia nya aku saat itu,namun kesedihan pada wajahku masih terpancar yang bersamaan saat itu ayahku tak kunjung sembuh atas sakit yang dideritanya. Seolah remuk reda hati ku ini.
Saat malam tiba saudara-saudaraku mulai dari yang jauh dan dekat mereka datang kerumahku untuk menengok ayahku. 3 jam kemudian lalu lalang saudara-saudaraku menyusut berpamitan untuk bertolak pulang kerumah masing-masing. Sedih rasanya,saat itu pula jiwa batinku tergoncang kala pukul 01.30 ayahku sudah tidak bernafas lagi. Betapa remuknya hatiku ini,seolah aku menjerit dalam hati.
"Tuhan,apakah cinta yang kuberikan ayah kurang. Lantas engkau mengambilnya Tuhan???, apakah engkau lebih menyayanginya dari pada aku''.
Aku tak begitu histeris melihat ayahku yang kaku,karena selama ia sakit kurang lebih 1 bulan ku lah yang banyak bersamanya ketimbang kakak-kakakku. Jadi mungkin aku sudah merasa akan kehilangan sosok ayah didunia ini.
Tangis pilu tiada henti telihat dari kakak ku yang ke 3,memang waktu bertemu ayah sangatlah sedikit,karena ia harus bekerja.
Seminggu sudah ayahku telah tiada,kenang saat bersama ayah tidak terlupa. Memory-memory usang masih terlihat jelas,dan masih hangat untuk selalu aku lihat saat petang menyelimuti kalbu ini.
Terlintas aku membayangkan betapa indah kala itu ayah menaiki sepeda tuanya bersamaku,mengebut kencang. Keluar senyuman kecil sembari menatapku,dia selalu berpesan terhadapku agar kelak aku tidak menjadi pribadi yang gengsi an. "Put,kamu tidak boleh menjadi pribadi orang lain,jadi karaktermu sendiri,jangan suka gengsi nak,ayah bangga dengan mu,apa adanya lebih baik,pribadi yang sesederhana mungkin". Kata itu tak pernah aku lupakan sampai saat ini.
Saat ini disaat pula aku menuliskan cerita ini,aku ingin menitipkan do'a untuk ayah. Semoga ayah tenang dalam pangkuan Tuhan. Aku sangat merindukan ayah sosok yang menyayangi ku. Aku mencintai ayah,tunggu aku hadir di samping ayah dan ibu disana.
Sekian Cerita